top of page

Search Results

25 item ditemukan untuk ""

  • JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN 8

    Oleh: Dini Febriana Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Fasilitator: Susanty Theresia Mangkey Pengajar Praktik: Putu Yoga Artana Jurnal refleksi dwimingguan ini disusun sebagai bagian dari proses pembelajaran dalam Program Calon Guru Penggerak, di mana saya merefleksikan pengalaman belajar yang telah dilalui dengan menggunakan model refleksi yang dikembangkan oleh Ritchhart, Church, dan Morrison (2011). Model ini membantu saya untuk menggali keterkaitan materi yang didapat dengan peran saya sebagai calon pemimpin di bidang pendidikan, serta mendorong saya untuk mengeksplorasi tantangan, konsep-konsep utama, dan perubahan yang diharapkan setelah pembelajaran. Refleksi ini tidak hanya menjadi sarana evaluasi pribadi tetapi juga langkah penting dalam menginternalisasi pembelajaran dan menerapkannya dalam praktik profesional saya sebagai seorang pendidik.  1) Connection: Materi yang saya pelajari selama dua minggu ini sangat relevan dengan peran saya sebagai Calon Guru Penggerak. Dalam modul ini, saya semakin menyadari pentingnya coaching dan supervisi akademik yang berbasis pada kolaborasi serta refleksi. Sebagai Calon Guru Penggerak, kemampuan untuk membimbing rekan sejawat dengan metode coaching yang menekankan mendengarkan aktif, kehadiran penuh, serta mengajukan pertanyaan berbobot, sangat membantu dalam mengembangkan budaya belajar yang positif di sekolah. Keterampilan ini juga memberikan saya alat untuk lebih efektif mendampingi rekan guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. 2) Challenge: Ada beberapa ide dan pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang biasa saya jalankan. Misalnya, selama ini dalam praktik supervisi, saya lebih cenderung memberikan masukan langsung tanpa melalui proses pertanyaan berbobot yang mendorong refleksi diri dari supervisee. Dalam materi ini, saya belajar bahwa melalui pertanyaan-pertanyaan yang baik, supervisee justru bisa lebih aktif menemukan solusi dan mengembangkan diri secara mandiri. Ini tantangan baru bagi saya, karena saya perlu lebih banyak berlatih untuk menggali insight dari supervisee daripada memberikan solusi instan. 3) Concept: Konsep-konsep utama yang saya pelajari meliputi coaching berbasis kompetensi inti (presence, mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot) serta teknik RASA (Receive, Appreciate, Summarize, Ask). Konsep TIRTA (Tujuan, Investigasi, Refleksi, Tindak lanjut, dan Aksi) juga sangat penting sebagai kerangka percakapan coaching yang terstruktur. Selain itu, konsep supervisi akademik yang dilakukan dengan pendekatan coaching sangat bermanfaat untuk menciptakan budaya profesional di lingkungan sekolah. Saya melihat konsep-konsep ini sangat esensial untuk terus dibawa, bahkan setelah menjadi Guru Penggerak, karena mampu membangun kolaborasi yang lebih baik dan memberdayakan setiap guru dalam proses pengembangan diri. 4) Change: Setelah mendapatkan materi ini, saya merasa perlu melakukan perubahan dalam cara saya berinteraksi dengan rekan sejawat dan peserta didik. Saya ingin lebih fokus menggunakan pendekatan coaching, terutama dalam hal menggali potensi dari pertanyaan yang mendalam dan reflektif. Saya juga berencana untuk lebih sering menggunakan teknik RASA dalam setiap percakapan penting, agar diskusi lebih bermakna dan solutif. Selain itu, saya ingin menjadi lebih sabar dalam mendampingi proses pengembangan diri orang lain, dengan memberikan ruang bagi mereka untuk menemukan solusi mereka sendiri melalui percakapan coaching yang efektif.

  • Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.2

    Setelah kita bersama-sama berproses, berlatih melihat, dan mengidentifikasi aset serta kekuatan yang dimiliki daerah bersama rekan lainnya, saatnya kita menganalisis tayangan video praktik baik yang menggambarkan pemanfaatan sumber daya sekolah untuk peningkatan kualitas pembelajaran murid.  Dalam menganalisis video ini, Bapak dan Ibu CGP kembali mengaitkan pengetahuan mengenai visi, prakarsa perubahan, dan BAGJA yang sudah didiskusikan pada modul 1.3 sebelumnya. Berikut adalah tabel penjelasan BAGJA sebagai pengingat secara singkat, untuk lebih rincinya silahkan Bapak dan Ibu CGP membaca ulang dari modul 1.3 pada LMS. Gunakan pertanyaan - pertanyaan di bawah ini untuk membantu menganalisis video. Kira-kira apakah visi dari sekolah tempat guru dalam video tersebut mengabdi? Apakah prakarsa perubahan yang akan dilakukan oleh guru dalam tayangan video? Apakah Pertanyaan Utama dari kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam tayangan video tersebut? Kegiatan/tindakan apa yang dilakukan oleh guru dalam tayangan video yang menggambarkan tahapan: B A G J A Apa peran pemimpin yang tergambar dalam tayangan video? Apa saja modal utama yang dimanfaatkan oleh pemimpin pembelajaran dalan tayangan video? lalu bagaimana pemanfataannya? Berikut adalah hasil analisis Video tersebut: Visi dari Sekolah Tempat Guru Mengabdi Visi sekolah tempat guru dalam video mengabdi adalah menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, mendukung, dan menyenangkan, di mana siswa termotivasi untuk belajar dengan penuh semangat dan merasa nyaman dalam kelas. Sekolah ini tampaknya berfokus pada pemanfaatan aset yang sudah ada, menciptakan suasana pembelajaran yang kolaboratif, serta mendorong keterlibatan siswa dalam membentuk lingkungan belajar mereka sendiri. Prakarsa Perubahan yang Dilakukan oleh Guru dalam Video Prakarsa perubahan yang dilakukan oleh guru dalam tayangan ini adalah "mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar." Guru memimpin perubahan menuju kelas yang lebih mendukung, di mana siswa merasa termotivasi untuk belajar. Proses ini melibatkan siswa secara langsung dalam membentuk kelas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka, sehingga lingkungan belajar menjadi lebih relevan dan inspiratif. Pertanyaan Utama dari Kegiatan yang Dilakukan oleh Guru Pertanyaan utama dari kegiatan ini adalah: “Bagaimana cara mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar?” Pertanyaan ini menjadi dasar untuk mengeksplorasi ide-ide siswa dan mendorong mereka memikirkan bagaimana kelas dapat diubah sesuai dengan aspirasi mereka. Kegiatan/Tindakan yang Menggambarkan Tahapan BAGJA Berikut adalah tindakan-tindakan guru yang sesuai dengan setiap tahapan dalam kerangka BAGJA: Buat Pertanyaan : Guru mengawali dengan menanyakan apa yang ada di pikiran siswa setelah membaca tulisan di papan tulis, dan membuka diskusi tentang apa yang mereka sukai dari kelas mereka saat ini. Pertanyaan ini memantik pikiran siswa untuk refleksi dan ide awal tentang lingkungan belajar yang ideal. Ambil Pelajaran : Guru mengajak siswa untuk berkunjung ke kelas lain (kelas 2 dan kelas 6) untuk mengamati dan berdiskusi dengan siswa dari kelas tersebut tentang apa yang mereka sukai di kelas mereka. Pengalaman ini membantu siswa melihat apa yang bisa dipelajari dari lingkungan belajar lain dan mengapresiasi kelebihan-kelebihan yang mungkin dapat diterapkan di kelas mereka. Gali Mimpi : Guru memimpin sesi di mana siswa menutup mata dan membayangkan kelas impian mereka. Setelah itu, siswa menggambarkan ide-ide mereka tentang kelas yang nyaman dan menyenangkan yang menjadi penyemangat belajar. Proses ini memberi ruang bagi siswa untuk bermimpi tentang kondisi belajar ideal yang mereka inginkan. Jabarkan Rencana : Guru memfasilitasi siswa untuk membuat daftar aspek-aspek yang mereka inginkan untuk kelas impian mereka, seperti "lantai yang bersih" atau "dinding yang penuh hiasan." Guru membantu menulis ide-ide mereka, sehingga terbentuk rencana tindakan yang jelas untuk mewujudkan lingkungan kelas yang nyaman. Atur Eksekusi : Guru menetapkan pembagian tugas kepada siswa untuk memulai langkah-langkah menuju kelas impian mereka. Bersama siswa, guru menetapkan jadwal waktu eksekusi, seperti menyicil pekerjaan setelah jam pulang sekolah dan memulai persiapan alat dan bahan. Dengan ini, proses eksekusi menjadi terstruktur dan melibatkan semua siswa secara aktif. Peran Pemimpin yang Tergambar dalam Video Pemimpin dalam video ini berperan sebagai fasilitator perubahan dan motivator. Guru memberikan inspirasi dan panduan kepada siswa untuk mewujudkan perubahan dalam kelas mereka, sambil mendorong mereka untuk memanfaatkan aset dan sumber daya yang ada. Guru juga berperan sebagai pendamping yang membimbing siswa dalam setiap tahap BAGJA, menjaga agar mereka tetap terarah dan termotivasi sepanjang proses. Modal Utama yang Dimanfaatkan dan Pemanfaatannya Modal utama yang dimanfaatkan dalam video ini meliputi sumber daya fisik (kelas, rak buku, jendela)  serta modal sosial dan kultural (kolaborasi dan aspirasi siswa) . Pemanfaatan modal fisik terlihat dari pemakaian lingkungan kelas dan barang-barang yang sudah ada untuk menciptakan ruang belajar yang nyaman. Sementara itu, modal sosial dan kultural dimanfaatkan dengan melibatkan siswa dalam diskusi, berbagi pengalaman, dan bekerja dalam kelompok, sehingga terjadi interaksi yang memperkaya proses belajar serta menciptakan lingkungan yang kolaboratif dan mendukung.

  • Blog Rangkuman Koneksi Antar Materi - Modul 3.1

    Dalam Modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak, konsep-konsep yang dibahas sangat relevan dengan pendekatan pendidikan yang berpusat pada nilai-nilai moral dan karakter, bukan hanya teknis pengajaran. Seorang guru penggerak tidak hanya dituntut untuk membuat keputusan terkait aspek akademis, tetapi juga bagaimana keputusan tersebut dapat mencerminkan nilai-nilai moral, karakter sekolah, serta berdampak positif pada peserta didik dan masyarakat. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru penggerak menjadi teladan bagi murid-muridnya. Setiap keputusan yang dibuatnya tidak hanya memengaruhi proses belajar mengajar, tetapi juga pembentukan karakter siswa. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk selalu memprioritaskan kesejahteraan siswa dan mengambil keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang dianut sekolah. Pengambilan keputusan yang baik harus selalu mengutamakan kepentingan murid serta menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi perkembangan mereka. Selain itu, dalam modul ini juga dibahas pentingnya membentuk generasi yang memiliki integritas moral, kebajikan, dan kesadaran akan kebenaran. Guru penggerak tidak hanya bertugas memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membimbing siswa agar memiliki nilai-nilai moral dan integritas dalam kehidupan mereka. Modul ini menekankan bahwa pendidikan tidak hanya bertujuan untuk transfer pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk pribadi-pribadi yang mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. 1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka berhubungan dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin? Filosofi Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan konsep Pratap Triloka—Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarsa, dan Tut Wuri Handayani—sangat relevan dalam proses pengambilan keputusan seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran. Guru harus memberikan teladan di depan, membangkitkan semangat di tengah, serta mendukung dari belakang. Filosofi ini menjadi pedoman dalam setiap keputusan yang diambil, selalu berorientasi pada kesejahteraan murid untuk membentuk generasi yang cerdas dan berbudi pekerti luhur, sesuai dengan prinsip pelajar Pancasila. Pengambilan keputusan yang berdasarkan prinsip ini memastikan keseimbangan antara aspek akademis dan pembentukan karakter moral siswa. 2. Bagaimana nilai-nilai pribadi memengaruhi prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan? Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang sangat memengaruhi prinsip-prinsip yang dipegang dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks pendidikan, guru harus memiliki kesadaran diri, kemampuan mengelola diri, dan keterampilan sosial yang baik untuk menerapkan prinsip "Tut Wuri Handayani". Nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan rasa tanggung jawab akan tercermin dalam keputusan yang diambil. Guru yang memegang teguh nilai-nilai ini akan selalu mempertimbangkan dampak moral dari setiap keputusan, baik terhadap siswa maupun terhadap lingkungan sekolah. 3. Bagaimana pengambilan keputusan terkait dengan kegiatan coaching dalam proses pembelajaran? Pengambilan keputusan yang efektif sering kali dipandu oleh teknik coaching yang baik. Sebagai pendidik, guru juga perlu memiliki keterampilan coaching yang mumpuni. Kegiatan coaching membantu guru mengklarifikasi masalah dan membuat keputusan yang lebih tepat melalui dialog yang didasarkan pada kesetaraan. Dalam coaching, pendamping (coach) dan yang didampingi (coachee) bekerja sama untuk menemukan solusi. Keputusan yang diambil melalui coaching mencerminkan nilai-nilai moral dan etika yang sejalan dengan visi dan misi sekolah, dengan tujuan menciptakan budaya positif dan kesejahteraan murid. 4. Bagaimana pengelolaan aspek sosial emosional guru memengaruhi pengambilan keputusan dalam dilema etika? Pengelolaan sosial emosional yang baik memungkinkan seorang guru untuk lebih bijak dalam menghadapi dilema etika. Kemampuan untuk berempati dan memahami situasi dari berbagai perspektif membantu dalam membuat keputusan yang berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan. Menghadapi dilema etika, guru harus mempertimbangkan empat paradigma utama: individu vs. masyarakat, rasa keadilan vs. rasa kasihan, kebenaran vs. kesetiaan, dan jangka pendek vs. jangka panjang. Proses pengambilan keputusan harus melalui langkah-langkah yang jelas, seperti mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, mengumpulkan fakta, dan menerapkan uji moral sebelum membuat keputusan yang tepat. 5. Bagaimana pembahasan studi kasus tentang masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai seorang pendidik? Dalam studi kasus yang menyoroti masalah moral atau etika, nilai-nilai yang dianut seorang pendidik sangat memengaruhi cara mereka mengambil keputusan. Keputusan yang bijak mencerminkan nilai-nilai moral yang dipegang teguh, dan guru yang terlatih dalam empati dan simpati akan lebih mampu mengidentifikasi dilema etika dan bujukan moral. Pendekatan ini memungkinkan pendidik untuk memilih solusi yang berpihak pada siswa dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman dan nyaman bagi semua pihak. 6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat dapat menciptakan lingkungan sekolah yang positif? Pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana berkontribusi signifikan pada terciptanya lingkungan sekolah yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Keputusan yang didasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan keteladanan akan menciptakan iklim sekolah yang harmonis dan mendukung proses pembelajaran. Murid-murid akan merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar, sementara guru dan staf sekolah merasa dihargai dan terlibat dalam menciptakan budaya sekolah yang bermutu. Pada akhirnya, keputusan yang baik menciptakan suasana yang memungkinkan setiap siswa untuk berkembang secara optimal. 7. Tantangan-Tantangan dalam Pengambilan Keputusan di Lingkungan Anda dan Kaitannya dengan Perubahan Paradigma Dalam menghadapi kasus-kasus dilema etika, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan pendekatan pengambilan keputusan yang bijaksana. Tiga pendekatan utama yang dapat diterapkan adalah berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Setiap pendekatan ini memiliki keunggulannya masing-masing, namun pemilihannya harus disesuaikan dengan situasi yang ada. Salah satu tantangan utama dalam hal ini adalah ketidaknyamanan yang muncul akibat keputusan yang mungkin tidak memuaskan semua pihak. Keputusan yang dibuat sering kali mengundang risiko, pro, dan kontra, sehingga menambah kompleksitasnya. Tantangan lainnya terletak pada perubahan paradigma yang terjadi di lingkungan sekolah. Dalam beberapa tahun terakhir, paradigma pendidikan mulai beralih dari pendekatan otoritatif ke pendekatan yang lebih kolaboratif dan humanis. Perubahan ini menekankan pentingnya rasa peduli, fleksibilitas, dan kepentingan murid sebagai pusat dari pengambilan keputusan. Hal ini tentu menambah beban bagi para pengambil keputusan karena mereka tidak hanya harus memikirkan aturan dan hasil akhir, tetapi juga mempertimbangkan dampak emosional dan psikologis dari keputusan yang diambil. 8. Pengaruh Pengambilan Keputusan terhadap Pembelajaran yang Memerdekakan Pengambilan keputusan yang berpihak pada murid merupakan fondasi dari pengajaran yang memerdekakan. Dalam konteks ini, murid diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka tanpa tekanan. Pendekatan ini memungkinkan murid untuk belajar sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih personal dan relevan bagi setiap individu. Dengan memberikan ruang bagi murid untuk memilih jalan mereka sendiri, mereka belajar untuk bertanggung jawab atas keputusan mereka dan mencapai kesuksesan di bidang yang sesuai dengan passion mereka. Salah satu contoh nyata dari implementasi ini adalah Kurikulum Merdeka, yang memberikan fleksibilitas dalam pembelajaran sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan murid. Kurikulum ini menekankan pentingnya membangun Profil Pelajar Pancasila melalui pembelajaran berbasis proyek, yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan relevan dengan tantangan zaman. Melalui pendekatan ini, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator yang membantu murid mengembangkan potensi mereka sepenuhnya. 9. Dampak Pengambilan Keputusan Pemimpin Pembelajaran terhadap Masa Depan Murid Seorang pemimpin pembelajaran memiliki pengaruh besar terhadap masa depan murid-muridnya. Setiap keputusan yang diambil oleh guru atau pemimpin pendidikan akan membentuk cara berpikir dan bertindak murid, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin pembelajaran untuk membuat keputusan yang tepat, bijaksana, dan etis. Keputusan ini harus diuji melalui beberapa aspek, seperti legalitas, kesesuaian dengan regulasi, intuisi, publikasi, dan contoh yang baik. Keputusan yang diambil dengan hati-hati dan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan akan memberikan pengaruh positif bagi perkembangan murid, baik dari segi intelektual maupun karakter. Sebaliknya, keputusan yang tidak tepat dapat menyesatkan murid dan memberikan dampak negatif pada pandangan mereka terhadap dunia. 10. Kesimpulan dari Modul dan Keterkaitannya dengan Modul-Modul Sebelumnya Kesimpulan dari pembelajaran modul ini menekankan bahwa pengambilan keputusan adalah kompetensi kunci bagi seorang guru. Setiap keputusan yang diambil akan berdampak langsung pada perkembangan murid, baik dari segi akademis maupun karakter. Pengambilan keputusan yang baik harus didasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan filosofi pendidikan yang holistik, seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Selain itu, proses pengambilan keputusan harus mengikuti alur yang jelas, seperti metode BAGJA dan sembilan langkah pengambilan keputusan, untuk memastikan bahwa keputusan tersebut selalu berpihak pada murid. Kaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah bahwa proses ini membantu menciptakan budaya positif di sekolah, serta mendukung penerapan pembelajaran berdiferensiasi yang berfokus pada kebutuhan individual murid. Dengan memahami dan menerapkan konsep ini, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif, aman, dan mendukung perkembangan murid secara menyeluruh. 11. Refleksi Terhadap Konsep-Konsep yang Dipelajari di Modul Setelah mempelajari modul ini, saya memahami bahwa pengambilan keputusan bukan hanya tentang logika, tetapi juga tentang etika, prinsip, dan keberanian untuk bertindak. Paradigma yang membingkai dilema etika, seperti individu versus komunitas atau keadilan versus rasa kasihan, mengajarkan bahwa setiap keputusan memiliki konsekuensinya masing-masing. Yang tak terduga bagi saya adalah betapa pentingnya uji intuisi, uji publikasi, dan uji panutan dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, keberanian untuk membuat keputusan yang mungkin tidak populer, tetapi benar secara etis, menjadi aspek yang sangat penting. 12. Pengalaman dalam Pengambilan Keputusan Sebelum dan Sesudah Mempelajari Modul Ini Sebelum mempelajari modul ini, saya cenderung mengambil keputusan berdasarkan logika dan aturan. Namun, setelah mempelajari modul ini, saya memahami bahwa pengambilan keputusan yang baik harus didasarkan pada paradigma etis dan diuji melalui serangkaian langkah yang terstruktur. Modul ini telah memperkaya keterampilan saya dalam menghadapi dilema etika dan memberikan kerangka yang lebih kuat untuk membuat keputusan yang bijak dan tepat. 13. Dampak Pembelajaran Modul terhadap Cara Pengambilan Keputusan Modul ini telah mengubah cara saya dalam melihat pengambilan keputusan. Saya sekarang memahami bahwa setiap keputusan harus mempertimbangkan empat paradigma etis dan diuji melalui sembilan langkah pengambilan keputusan yang etis. Dengan pendekatan ini, saya merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan etis di lingkungan sekolah dan memastikan bahwa setiap keputusan yang saya ambil selalu berpihak pada murid. 14. Pentingnya Mempelajari Topik Modul bagi Diri Sendiri dan sebagai Pemimpin Mempelajari topik ini sangat penting karena pengambilan keputusan adalah keterampilan inti yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin pembelajaran. Modul ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya nilai-nilai etis dan langkah-langkah terstruktur dalam pengambilan keputusan. Dengan menerapkan konsep-konsep ini, saya yakin dapat menjadi pemimpin yang lebih bijak dan mengambil keputusan yang berdampak positif bagi perkembangan murid dan kemajuan pendidikan di Indonesia.

  • KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

    PEMIKIRAN REFLEKTIF TERKAIT PENGALAMAN BELAJAR [Pengalaman/Materi Pembelajaran yang Baru Saja Diperoleh] Dalam modul 2.3 ini, saya mempelajari tentang supervisi akademik yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi setiap pendidik di sekolah. Pendekatan yang digunakan adalah coaching, yang memiliki tiga prinsip utama: kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Kompetensi inti coaching yang harus dimiliki termasuk kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Percakapan berbasis coaching ini mengikuti alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggung jawab). Saya juga belajar bahwa supervisi akademik terdiri dari tiga tahapan: pra-observasi (perencanaan), observasi (pelaksanaan), dan pasca-observasi (tindak lanjut). [Emosi yang Dirasakan Terkait Pengalaman Belajar] Cemas: Sebelum mempelajari materi ini, saya merasa sedikit cemas karena khawatir tidak mampu memahami dan mengaplikasikannya. Tertarik: Setelah mengeksplorasi konsep ini, rasa tertarik mulai muncul, terutama dalam mendalami isi dari modul ini. [Apa yang Perlu Diperbaiki Terkait Keterlibatan Diri dalam Proses Belajar] Hal yang perlu saya perbaiki adalah kemampuan dalam mengajukan pertanyaan berbobot agar dapat menggali informasi lebih mendalam tentang permasalahan yang dihadapi oleh coachee. Ini akan membantu coachee menemukan solusi sendiri atas permasalahan yang dihadapi. [Keterkaitan dengan Kompetensi dan Kematangan Diri Pribadi] Setelah mempelajari modul ini, saya merasa bahwa kompetensi saya berkembang, terlihat dari kemampuan saya mempraktikkan coaching menggunakan alur TIRTA baik sebagai coach, coachee, maupun pengamat. Saat mempraktikkan coaching, saya belajar untuk mengendalikan asumsi pribadi dan mengelola emosi, sehingga dapat berpikir dan bertindak sesuai dengan prinsip coaching, yakni kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. ANALISIS UNTUK IMPLEMENTASI DALAM KONTEKS CGP [Pertanyaan Kritis yang Berkaitan dengan Materi dan Menggalinya Lebih Jauh] Bagaimana agar prinsip coaching dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi di sekolah?Prinsip coaching bisa diterapkan jika kepala sekolah memiliki pengetahuan tentang coaching untuk supervisi akademik dan mau mengaplikasikannya. Kegiatan supervisi sebaiknya tidak hanya untuk penilaian guru, tetapi juga sebagai upaya peningkatan kompetensi guru. Selain observasi kelas, percakapan pra-observasi untuk perencanaan dan pasca-observasi untuk umpan balik dan tindak lanjut juga harus dilakukan. [Mengolah Materi dengan Pemikiran Pribadi untuk Menggali Wawasan Baru] Coaching dalam supervisi akademik dapat membantu mewujudkan pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran yang berpihak pada murid tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek karakter dan sosial emosional. Dengan coaching, kompetensi guru dapat berkembang, sehingga pembelajaran yang berpihak pada murid dapat terwujud dengan lebih baik. [Tantangan dalam Konteks CGP] Tantangan utama adalah menyeragamkan pemahaman tentang coaching untuk supervisi akademik di lingkungan sekolah. Supervisi akademik seringkali hanya dianggap sebagai penilaian rutin, padahal seharusnya dijadikan sebagai pedoman peningkatan kompetensi guru. [Alternatif Solusi] Solusi pertama adalah melakukan sosialisasi kepada komunitas sekolah melalui rapat guru untuk menyeragamkan pemahaman tentang supervisi akademik. Solusi lainnya adalah memberikan contoh praktik coaching melalui media digital yang dapat diakses oleh seluruh komunitas sekolah. MEMBUAT KETERHUBUNGAN [Pengalaman Masa Lalu] Saya pernah menjalani supervisi oleh kepala sekolah dan pengawas, tetapi supervisi tersebut hanya sebatas kewajiban tanpa pemahaman mendalam. Kegiatan supervisi hanya berupa observasi kelas, tanpa adanya percakapan pra-observasi dan pasca-observasi yang sebenarnya sangat penting untuk meningkatkan kualitas pengajaran. [Penerapan di Masa Mendatang] Ke depan, kegiatan supervisi harus difokuskan pada peningkatan kompetensi guru dalam bidang akademik, dengan menggunakan prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. [Konsep dari Modul Lain yang Diterapkan] Modul 2.1: Dalam pembelajaran berdiferensiasi, murid dikelompokkan berdasarkan kebutuhan belajarnya untuk memaksimalkan potensi. Prinsip ini serupa dengan coaching, di mana potensi coachee harus dimaksimalkan agar mereka dapat menemukan solusi sendiri. Modul 2.2: Teknik STOP dan mindfulness dalam pembelajaran sosial-emosional dapat diterapkan dalam coaching, membantu coach untuk fokus dan hadir sepenuhnya selama proses coaching.

  • Jurnal Refleksi Dwi Mingguan - 6

    Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional Oleh: Dini Febriana. Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Fasilitator: Susanty Theresia Mangkey. Pengajar Praktik: I Putu Yoga Artana Di postingan ini saya menulis jurnal refleksi dwimingguan sesuai dengan pengalaman saya dalam proses pendidikan guru penggerak Angkatan ke-11. Jurnal refleksi ini saya tulis setelah saya mengikuti dan mempelajari modul 2.2. dengan topik Pembelajaran Sosial dan Emosional. Dalam menulis jurnal, saya menggunakan model 4F, yakni Fact (peristiwa), Feeling (perasaan), Findings (pembelajaran), Future (penerapan).  Berikut jurnal refleksi dwimingguan modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional. 1.           Fact (Peristiwa) Saya memulai mempelajari modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional di LMS dengan alur MERDEKA, yakni: a.           Mulai dari Diri  Pada tanggal 25 Februari 2023, saya mulai mempelajari modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional dengan membuka tautan mulai dari diri. Di sini saya mendapat tugas untuk melakukan refleksi diri terkait kompetensi sosial dan emosional. Ada tujuh pertanyaan yang harus saya jawab. b.           Eksplorasi Konsep Di bagian eksplorasi konsep, saya belajar di LMS tentang pembelajaran untuk sosial dan emosional. Saya mulai belajar tentang definsi pembelajaran sosial dan emosional. Selanjutnya saya belajar mengenai kompetensi sosial dan emosional, kesadaran penuh (mindfulness), dan implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah. Adapun implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan di sekolah dapat dilakukan dengan cara: 1)           Pengajaran eksplisit 2)           Integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik 3)           Menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah 4)           Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah Setelah itu saya, melakukan diskusi asinkron. Ada 5 kasus yang harus saya dan CGP lainnya tanggapi dalam diskusi asinkron ini. c.           Ruang Kolaborasi Ruang kolaborasi di modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah diskusi dengan anggota kelompok dan yang kedua adalah presentasi hasil diskusi tersebut. Semua itu dilakukan secara daring melalui Gmeet. Diskusi kelompok di ruang kolaborasi pertama dilakukan pada Hari Jumat, 6 September 2024 pukul 17.30 – 19.30 WITA.    Sementara itu, presentasi hasil diskusi dilaksanakan pada hari berikutnya, yakni Senin, 8 September 2024 pukul 12.00-15.30 WITA.     d.           Demonstrasi Kontekstual Di bagian ini saya mendapatkan tugas membuat RPP berbasis kompetensi sosial dan emosional. e.           Elaborasi Pemahaman Di bagian ini, saya ditugasi untuk memberikan pertanyaan yang dapat menguatkan pemahaman saya tentang isi modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional. Beberapa pertanyaan yang akan menguatkan pemahaman saya akan materi konsep di Modul 2.2. ini adalah: 1. Dalam pembuatan RPP atau modul ajar di sekolah, apakah kita harus mencantumkan indikator-indikator pembelajaran sosial emosional? 2. Apakah pembelajaran sosial-emosional perlu diasesmen? Saya juga melakukan elaborasi pemahaman dengan instruktur melalui Gmeet pada hari Kamis, 12 September 2024 pukul 15.30 – 17.00 WITA. Instruktur yang memandu kegiatan elaborasi adalah Bapak I Ketut Suarnaya.    f.          Koneksi Antar-Materi Di bagian koneksi antarmateri Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional, saya membuat melakukan refleksi pengetahuan sebelum, selama, dan sesudah mempelajari modul. g.           Aksi Nyata Aksi nyata berisi pemahaman saya tentang modul 2.2 yang diterapkan secara nyata. Di aksi nyata ini saya melakukan pembelajaran berbasis kompetensi sosial dan emosional. Pembelajaran yang saya lakukan mengambil materi IPS kelas 8 SMP tentang Keragaman Aktivitas Ekonomi Masyarakat. 2.           Feeling (Perasaan) Selama saya mempelajari Modul 2.2., saya merasakan perasaan yang semangat dan senang. Saya bersemangat karena di modul 2.2. saya belajar mengenai pembelajaran berbasis KSE yang bisa diterapkan di kelas maupun di sekolah. Saya pun senang karena bisa mengetahui pembelajaran berbasis KSE yang sangat bermanfaat bagi praktik pembelajaran yang saya lakukan di kelas. Saya juga senang karena bisa berkolaborasi dengan rekan sesama calon guru penggerak.   3.           Findings (Pembelajaran) Di Modul 2.2. saya mendapatkan materi tentang pembelajaran sosial dan emosional. Saya memahami tentang definisi pembelajaran sosial dan emosional, teknik  mindfulness , kompetensi sosial emosional, dan cara implementasi pembelajaran sosial emosional di kelas maupun sekolah.    4.           Future (Penerapan) Setelah memahami materi dalam modul 2.2. tentang pembelajaran sosial dan emosional, saya akan menerapkan pembelajaran berbasis KSE di sekolah. Tentunya dengan melakukan perencanaan yang matang, mulai dari pembuatan RPP/modul ajar, pembuatan/persiapan media, dan lain-lain.

  • Koneksi Antar Materi - Modul 2.1

    Hubungan antara materi dalam Modul 1.1 hingga 2.1 sangat erat dan terstruktur untuk membangun pemahaman yang kuat tentang pendidikan yang berpusat pada siswa. Berikut ini adalah koneksi utama antara modul-modul tersebut: 1. Modul 1.1 - Dasar dan Tujuan Pendidikan : Modul ini mengajarkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak secara holistik sehingga mereka bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang optimal. Dengan fondasi ini, guru diharapkan untuk selalu memprioritaskan kesejahteraan dan perkembangan siswa sebagai tujuan utama dalam proses belajar mengajar. 2. Modul 1.2 - Peran Guru Penggerak : Dengan pemahaman dasar dari Modul 1.1, Modul 1.2 mengarahkan perhatian pada bagaimana guru penggerak menjadi agen perubahan dalam ekosistem pendidikan. Guru penggerak bertugas menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan berpihak pada siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dipelajari. Ini menekankan pentingnya guru sebagai pendorong utama dalam mewujudkan visi pendidikan yang holistik dan inklusif. 3. Modul 1.3 - Nilai-Nilai Kebajikan Universal : Setelah memahami peran dan tujuan pendidikan, guru penggerak diharapkan untuk menerapkan nilai-nilai kebajikan universal dalam interaksi mereka dengan siswa. Nilai-nilai ini menjadi landasan dalam membentuk perilaku positif dan menciptakan suasana belajar yang menghargai keragaman dan perbedaan, yang merupakan kunci dalam mencapai tujuan pendidikan yang berpusat pada siswa. 4. Modul 1.4 - Budaya Positif dan Disiplin Positif : Dengan landasan nilai-nilai kebajikan dari Modul 1.3, Modul 1.4 melatih guru untuk menerapkan disiplin positif di kelas melalui segitiga restitusi. Disiplin positif ini membantu guru dalam mengatasi masalah perilaku dengan cara yang mendukung dan menghargai identitas siswa, sejalan dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan potensi siswa secara maksimal. 5. Modul 2.1 - Pembelajaran Berdiferensiasi : Setelah memahami dasar, tujuan, dan pendekatan disiplin positif, Modul 2.1 mengajarkan tentang pembelajaran berdiferensiasi. Ini merupakan penerapan konkret dari prinsip-prinsip sebelumnya, di mana guru merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan profil belajar individu siswa. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru untuk memberikan pendidikan yang benar-benar berpusat pada siswa, menghargai keberagaman, dan menyesuaikan dengan kemampuan serta potensi setiap anak. Secara keseluruhan, modul-modul ini membentuk sebuah kerangka kerja yang koheren bagi guru penggerak untuk memahami dan menerapkan pendidikan yang berpusat pada siswa. Mulai dari pemahaman dasar tentang tujuan pendidikan hingga penerapan strategi konkret seperti pembelajaran berdiferensiasi, semuanya saling terkait untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan potensi maksimal siswa.

  • Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 Budaya Positif

    Keterkaitan Modul Budaya Positif dengan Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak Modul Budaya Positif memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan konsep-konsep dasar dalam pendidikan, terutama dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai dan peran Guru Penggerak, serta visi Guru Penggerak. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai keterkaitan tersebut: Kemerdekaan Belajar:  Konsep kemerdekaan belajar yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara sangat sejalan dengan prinsip-prinsip dalam modul Budaya Positif. Ketika kita menciptakan lingkungan belajar yang positif, kita memberikan ruang bagi murid untuk belajar secara aktif, mengembangkan potensi diri, dan membuat pilihan-pilihan mereka sendiri. Ini merupakan wujud nyata dari kemerdekaan belajar. Keberpihakan pada Anak:  Modul Budaya Positif menekankan pentingnya keberpihakan pada murid. Hal ini sejalan dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara yang selalu menempatkan anak sebagai pusat perhatian dalam proses pendidikan. Dengan menciptakan budaya positif, kita menunjukkan bahwa kita peduli terhadap kesejahteraan dan perkembangan murid secara utuh. Guru sebagai Fasilitator:  Peran guru dalam modul Budaya Positif adalah sebagai fasilitator pembelajaran. Hal ini sejalan dengan visi Guru Penggerak yang menempatkan guru sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu menginspirasi dan memfasilitasi tumbuh kembang murid. Pembelajaran yang Bermakna:  Modul Budaya Positif mendorong pembelajaran yang bermakna dan relevan dengan kehidupan murid. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai yang ingin dicapai oleh Guru Penggerak, yaitu menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid dan relevan dengan konteks sosial budaya. Karakter:  Modul Budaya Positif juga menekankan pentingnya pembentukan karakter murid. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang ingin membentuk manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, serta bertanggung jawab. Secara lebih spesifik, keterkaitannya dapat dijelaskan sebagai berikut: Dengan Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara:  Modul Budaya Positif merefleksikan konsep-konsep seperti ing ngarso sung tulodo , ing madya mangun karso , dan tut wuri hsayayani . Guru sebagai fasilitator dalam modul ini mencerminkan konsep ing madya mangun karso , di mana guru berada di tengah-tengah murid, membimbing dan mengarahkan mereka. Dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak:  Modul ini sejalan dengan nilai-nilai Guru Penggerak, seperti kepemimpinan, kolaborasi, refleksi, dan inovasi. Guru Penggerak yang menerapkan konsep Budaya Positif akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang inovatif dan kolaboratif, serta terus melakukan refleksi untuk meningkatkan praktik pembelajarannya. Dengan Visi Guru Penggerak:  Visi Guru Penggerak adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Modul Budaya Positif memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai visi tersebut dengan memberikan kerangka kerja yang jelas tentang bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi tumbuh kembang murid. Budaya Positif Sebagai guru SMP, saya semakin menyadari pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif bagi murid. Melalui modul Budaya Positif , saya memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana membangun hubungan yang kuat dengan murid dan menciptakan kelas yang inklusif. Pemahaman Konsep dan Penerapan Konsep restitusi dan 5 posisi kontrol telah memberikan saya kerangka kerja yang sangat berguna dalam menghadapi berbagai masalah di kelas. Misalnya, ketika ada murid yang sering mengganggu teman sekelas, saya tidak langsung memberikan hukuman (posisi penghukum), tetapi mencoba memahami alasan di balik perilakunya (posisi sebagai teman). Dengan pendekatan ini, siswa tersebut merasa didengarkan dan lebih terbuka untuk berubah. Selain itu, saya juga memperhatikan pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia. Ketika seorang murid tampak murung dan sulit berkonsentrasi, saya mencoba mencari tahu apakah ada masalah pribadi yang sedang dia hadapi. Dengan memberikan dukungan emosional dan menciptakan suasana kelas yang aman, saya berharap dapat membantu murid tersebut merasa lebih baik. Perubahan dalam Praktik Sebelum mempelajari modul ini, saya seringkali berfokus pada pencapaian tujuan akademik dan kurang memperhatikan aspek sosial-emosional murid. Sekarang, saya lebih memperhatikan kesejahteraan siswa secara keseluruhan. Misalnya, saya memulai setiap pelajaran dengan kegiatan membangun hubungan, seperti berbagi cerita atau melakukan permainan ringan. Tantangan dan Peluang Salah satu tantangan terbesar adalah mengubah kebiasaan lama. Dulu, saya seringkali merasa tertekan untuk menyelesaikan seluruh materi pelajaran. Sekarang, saya menyadari bahwa membangun hubungan yang baik dengan siswa membutuhkan waktu dan kesabaran. Namun, saya juga melihat banyak peluang untuk tumbuh dan berkembang sebagai seorang pendidik. Kesimpulan Modul Budaya Positif telah memberikan saya pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang positif. Dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari, saya berharap dapat membantu siswa tumbuh menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan bahagia. Pertanyaan untuk Diri Sendiri: Bagaimana saya dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi kebutuhan individu setiap siswa? Strategi apa yang dapat saya gunakan untuk melibatkan orang tua siswa dalam menciptakan budaya positif di kelas? Bagaimana saya dapat menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan akademik dan pengembangan sosial-emosional siswa? Rencana Tindak Lanjut: Mengikuti pelatihan tentang komunikasi efektif dan resolusi konflik. Membuat kelompok belajar bersama rekan guru untuk berbagi pengalaman dan ide-ide baru. Mengembangkan program mentoring bagi siswa yang membutuhkan dukungan tambahan. Contoh Kasus dan Penerapan Konsep Kasus:  Seorang siswa seringkali terlambat masuk kelas. Analisis:  Siswa ini mungkin mengalami kesulitan bangun pagi atau memiliki masalah keluarga. Penerapan:  Saya akan berbicara dengan siswa tersebut secara pribadi untuk memahami alasan keterlambatannya. Jika ada masalah keluarga, saya akan menawarkan bantuan atau menghubungkannya dengan konselor sekolah. Kasus:  Terjadi perselisihan antara dua kelompok siswa. Analisis:  Perselisihan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan pendapat atau kesalahpahaman. Penerapan:  Saya akan memfasilitasi mediasi antara kedua kelompok siswa, membantu mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka dan mencari solusi bersama. Kesimpulan Dengan menggabungkan konsep restitusi, 5 posisi kontrol, dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan inklusif. Setiap masalah yang muncul di kelas dapat menjadi peluang untuk tumbuh dan belajar. RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA Judul Modul: Webinar Penyebaran Pemahaman Budaya Positif Latar Belakang Dalam konteks pendidikan di SMP Negeri 2 Amlapura, masih terdapat berbagai tantangan dalam mewujudkan budaya positif yang konsisten di lingkungan sekolah. Hal ini terlihat dari penerapan disiplin yang belum sepenuhnya mencerminkan pendekatan disiplin positif, serta pemahaman yang beragam terkait konsep budaya positif di kalangan guru dan siswa. Oleh karena itu, sebagai bagian dari upaya menyebarkan pemahaman yang lebih mendalam dan aplikatif mengenai budaya positif, saya sebagai Calon Guru Penggerak akan menyelenggarakan webinar bertajuk "Resep Sukses Membangun Lingkungan Positif yang Menyenangkan." Webinar ini bertujuan untuk membahas konsep-konsep kunci seperti Perubahan Paradigma Belajar, Disiplin Positif, Motivasi Perilaku Manusia, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Restitusi, Keyakinan Kelas, dan Segitiga Restitusi. Selain itu, webinar ini juga akan membagikan pengalaman praktis dalam menerapkan konsep-konsep tersebut di lingkungan sekolah, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi peserta dalam mengimplementasikannya di lingkungan mereka masing-masing. Tujuan Adapun tujuan dari tindakan ini adalah sebagai berikut: 1. Menyebarkan pemahaman tentang implementasi budaya positif di SMP Negeri 2 Amlapura. 2. Memberikan pemahaman tentang Perubahan Paradigma Belajar, Disiplin Positif, Motivasi Perilaku Manusia, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Restitusi, Keyakinan Kelas, dan Segitiga Restitusi. 3. Memberikan contoh implementasi Disiplin Positif, Motivasi Perilaku, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Restitusi, Keyakinan Kelas, dan Segitiga Restitusi. 4. Mengajak peserta webinar, baik guru maupun siswa, untuk mengimplementasikan konsep-konsep budaya positif di lingkungan kelas dan sekolah. Tolok Ukur Untuk mewujudkan rencana tindakan aksi nyata ini, diharapkan dapat memenuhi tolok ukur sebagai berikut: 1. Semua peserta webinar memahami rencana implementasi budaya positif di sekolah. 2. Semua peserta webinar memahami esensi dari Perubahan Paradigma Belajar, Disiplin Positif, Motivasi Perilaku Manusia, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Restitusi, Keyakinan Kelas, dan Segitiga Restitusi. 3. Semua peserta webinar memahami langkah-langkah mengimplementasikan Disiplin Positif, Motivasi Perilaku, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Restitusi, Keyakinan Kelas, dan Segitiga Restitusi. 4. Semua peserta webinar melakukan aksi nyata dalam mengimplementasikan konsep-konsep tersebut di kelas dan lingkungan sekolah. Lini Masa Tindakan yang akan Dilakukan Adapun lini masa tindakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Tanggal 13 Agustus 2024: Pembuatan flyer dan pendaftaran webinar melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM) 2. Tanggal 14 Agustus 2024: Publikasi undangan webinar melalui grup WA dan Telegram 3. Tanggal 16 Agustus 2024: Pelaksanaan webinar Dukungan yang Dibutuhkan Dukungan yang dibutuhkan untuk mewujudkan aksi nyata ini adalah sebagai berikut: 1. Dukungan dari kepala sekolah untuk memberikan ruang bagi guru dalam berdiskusi dan mengimplementasikan konsep-konsep budaya positif. 2. Dukungan dari semua guru untuk aktif berpartisipasi dalam webinar dan menerapkan budaya positif di kelas. 3. Dukungan dari siswa agar mendukung penerapan tindakan budaya positif oleh guru di kelas dan sekolah.

  • Jurnal Refleksi Dwi Mingguan 4

    1. Facts (Peristiwa) Modul 1.4: Budaya Positif adalah modul dengan materi terbanyak di antara modul-modul sebelumnya. Pada modul 1.4, saya mulai mempelajari materi mengenai Budaya Positif diawali dengan pembelajaran secara mandiri diawali dengan 'Mulai Dari Diri'. Pada bagian ini, saya diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada di LMS, di antaranya: Pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan. Bagaimana saya menciptakan suasana positif di lingkungan saya. Hubungan antara menciptakan suasana positif dengan proses pembelajaran yang berpihak kepada murid. Penerapan disiplin saat ini di sekolah saya, apakah sudah diterapkan dengan efektif, bila belum, apa yang masih perlu diperbaiki dan dikembangkan. Dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan refleksi diri, harapan untuk diri sendiri, harapan kepada siswa, dan ekspektasi. Setelah mempelajari bagian 'Mulai Dari Diri', saya melanjutkan mempelajari tentang 'Eksplorasi Konsep'. Ada 6 materi yang esensial pada modul 1.4 ini. Materi pada 'Eksplorasi Konsep' cukup banyak. Di samping mempelajari materi, saya juga harus membuat pernyataan yang ada pada materi tersebut. Materi tersebut adalah: Disiplin positif dan nilai-nilai kebajikan universal Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi Keyakinan kelas Kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas Restitusi – Lima Posisi Kontrol Segitiga restitusi Pada Ruang Kolaborasi ini, saya mempelajari materi dan menjawab pertanyaan yang ada di LMS serta memberikan tanggapan pernyataan teman Calon Guru Penggerak lainnya. Di sini, saya dan teman-teman Calon Guru Penggerak lain dibimbing fasilitator Ibu Susan Theresia Mangkey dengan didampingi pengajar praktik I Putu Yoga Artana. Dalam diskusi ini, Calon Guru Penggerak memahami konsep Budaya Positif, saling berdiskusi memberi masukan dan penguatan, serta saling menanggapi. Bersama fasilitator, kami dibagi menjadi 3 kelompok. Saya harus mendiskusikan bersama kelompok tentang 4 kasus yang diberikan. Saya masuk di kelompok 2 bersama Bapak Arif dan Pak Tut Suartama. Setelah diskusi tentang 4 kasus tersebut, kami diminta untuk menyiapkan presentasi tentang satu kasus yang dipilih. Kelompok kami memilih kasus tentang manajer. Pada saat presentasi, Calon Guru Penggerak aktif dalam tanya jawab. Setiap kelompok mempresentasikan dan menanggapi presentasi dari kelompok lain. Setelah presentasi, tugas kelompok semakin sempurna diunggah ke LMS pada sesi unggah Ruang Kolaborasi. Setelah berkolaborasi, kami fokus mengerjakan tugas mandiri lagi di bagian 'Demonstrasi Kontekstual' Pada kegiatan ini, saya diminta untuk mempraktikkan segitiga restitusi dengan dua kasus berbeda untuk kemudian diunggah di LMS. Saat itu, saya mempraktikkan kasus murid yang sering terlambat datang ke sekolah dan murid yang selalu memakai baju tidak rapi. Selanjutnya, masuk pada materi Elaborasi Pemahaman bersama instruktur nasional I Ketut Latri. Instruktur memberikan penguatan tentang modul 1.4 budaya positif kemudian meminta kami membuat koneksi antar materi, mengaitkan materi sebelumnya dengan materi sekarang serta membuat kesimpulan. Selain itu, saya diminta menjawab pertanyaan panduan dalam materi koneksi materi dan membuat tabel rancangan Aksi Nyata. Aksi Nyata kemudian diunggah di LMS. Setelah itu, saya menjalani Post Test Modul 1.4 Budaya Positif. Saya diberikan waktu satu jam untuk menjawab 20 soal pilihan ganda tentang materi Post Test Modul 1.4 Budaya Positif. 2. Feeling (Perasaan) Melihat banyaknya pertanyaan pada Eksplorasi Konsep, saya merasa khawatir akan lama menyelesaikannya. Namun saya percaya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kekhawatiran tidak selesai mengerjakan tugas juga saya rasakan ketika tugas kelompok pada ruang kolaborasi. Dua kasus dengan pertanyaan tiap kasus 3-4 buah menurut saya itu cukup banyak dengan durasi waktu yang terbatas. Untuk mengatasinya saya memutuskan untuk berani mengambil peran pengatur ritme kerja kelompok ini. Jangan sampai terlalu lama berdiskusi pada 1-2 soal. Dengan begitu kelompok saya dapat selesai tepat waktu 3. Finding (Pembelajaran) Budaya positif penting untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid. Di sinilah peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid. Disiplin positif merupakan penerapan disiplin yang menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan anak untuk melakukan sesuatu bukan karena menghindari ketidaknyamanan atau ingin mendapat penghargaan. Selain itu, sebagai calon guru penggerak harus menempatkan diri dalam posisi kontrol yang tepat dalam penerapan budaya positif di sekolah. Posisi kontrol sebagai manajer dengan manajer dengan menerapkan segitiga restitusi sebagai solusi ketika ada murid yang melanggar keyakinan kelas. 4. Penerapan ( Future ) Setelah memahami materi dalam modul 1.4. tentang budaya positif, saya akan berupaya menggerakkan seluruh warga sekolah untuk menerapkan konsep inti budaya positif demi mewujudkan kemerdekaan belajar peserta didik sehingga akan terbentuk peserta didik dengan profil pelajar Pancasila.

  • Koneksi Antar Materi - Modul 1.3

    "Kaitan peran pendidik dalam mewujudkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Profil Pelajar Pancasila pada murid-muridnya dengan paradigma inkuiri apresiatif (IA) di sekolah" Sebagai seorang guru di SMP, saya merasa terpanggil untuk menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya mengasah kecerdasan intelektual siswa, tetapi juga menumbuhkan karakter mulia yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Saya menyadari bahwa paradigma Inkuiri Apresiatif dapat menjadi kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap hari, saya berinteraksi dengan para remaja yang sedang mencari jati diri. Mereka memiliki potensi yang luar biasa, namun seringkali merasa ragu dan kurang percaya diri. Melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif, saya ingin mengajak mereka untuk menggali kekuatan dan potensi yang ada dalam diri mereka. Saya memulai dengan menciptakan suasana kelas yang positif dan inklusif, di mana setiap siswa merasa dihargai dan diterima apa adanya. Saya memberikan ruang bagi mereka untuk berbagi ide, pendapat, dan pengalaman. Dengan begitu, mereka merasa lebih percaya diri untuk mengungkapkan pikiran mereka. Selanjutnya, saya merancang kegiatan pembelajaran yang menarik dan relevan dengan kehidupan mereka. Misalnya, dalam pembelajaran sejarah, saya tidak hanya menyajikan materi secara pasif, tetapi juga mengajak siswa untuk meneliti sejarah lokal dan membuat presentasi kelompok. Melalui kegiatan ini, siswa tidak hanya belajar tentang masa lalu, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, dan bekerja sama. Selain itu, saya juga mendorong siswa untuk terlibat dalam proyek-proyek sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan cara ini, mereka dapat belajar tentang pentingnya gotong royong, empati, dan tanggung jawab sosial. Dalam perjalanan menerapkan paradigma Inkuiri Apresiatif, saya menyadari bahwa peran saya sebagai guru tidak hanya sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai fasilitator, mentor, dan teman bagi siswa. Saya harus terus belajar dan mengembangkan diri agar dapat memberikan yang terbaik bagi mereka. Saya percaya bahwa dengan menerapkan paradigma Inkuiri Apresiatif, saya dapat membantu siswa menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, kritis, dan berkarakter. Mereka akan menjadi generasi penerus bangsa yang mampu menghadapi tantangan masa depan dengan penuh optimisme. Sebagai guru IPS, saya melihat potensi besar dalam menerapkan paradigma Inkuiri Apresiatif untuk membuat pembelajaran sejarah, geografi, dan ilmu sosial lainnya lebih hidup dan relevan bagi siswa. Salah satu contoh konkret yang pernah saya lakukan adalah ketika mengajarkan materi tentang kemerdekaan Indonesia. Alih-alih hanya menyampaikan fakta-fakta sejarah secara pasif, saya mengajak siswa untuk membayangkan diri mereka sebagai tokoh pejuang kemerdekaan. Mereka membentuk kelompok kecil dan melakukan role-playing , mensimulasikan peristiwa penting seperti Pertempuran 10 November atau peristiwa Rengasdengklok. Kegiatan ini tidak hanya membuat mereka memahami materi dengan lebih baik, tetapi juga menumbuhkan rasa nasionalisme dan empati terhadap perjuangan para pahlawan. Tentu saja, dalam menerapkan paradigma Inkuiri Apresiatif, saya juga menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah mengubah mindset siswa yang terbiasa dengan pembelajaran yang pasif. Awalnya, banyak siswa yang merasa kesulitan untuk berpikir kritis dan berkolaborasi. Namun, saya mengatasi tantangan ini dengan memberikan bimbingan dan dukungan secara terus-menerus. Saya juga melibatkan mereka dalam merancang kegiatan pembelajaran sehingga mereka merasa memiliki kepemilikan atas proses belajarnya. Selain itu, tantangan lain adalah keterbatasan waktu dan sumber daya. Untuk mengatasi hal ini, saya memanfaatkan teknologi seperti video, simulasi, dan platform pembelajaran online. Dengan demikian, siswa dapat mengakses materi pembelajaran kapan saja dan di mana saja. Hasil dari penerapan paradigma Inkuiri Apresiatif sangatlah membanggakan. Siswa menjadi lebih aktif, kreatif, dan kritis dalam berpikir. Mereka juga lebih termotivasi untuk belajar karena merasa materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan mereka. Selain itu, iklim kelas menjadi lebih kondusif karena siswa saling bekerja sama dan menghargai perbedaan pendapat. Ke depannya, saya akan terus mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan dan membaca literatur terbaru tentang Inkuiri Apresiatif. Saya juga akan berupaya untuk melibatkan lebih banyak rekan guru dalam menerapkan paradigma ini. Selain itu, saya akan mengembangkan berbagai macam bahan ajar yang berbasis Inkuiri Apresiatif agar pembelajaran IPS menjadi lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Berikut VISI yang membuat saya bersemangat ketika membacanya, dan menggerakkan hati !

  • Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.3

    Visi Guru Penggerak Salam dan Bahagia, Bapak dan Ibu Guru Perkenalkan, saya Dini Febriana, calon Guru Penggerak angkatan 11 dari SMP Negeri 2 Amlapura, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Pada kesempatan ini, saya ingin membagikan refleksi dua mingguan saya setelah mempelajari Modul 1.3 mengenai Visi Guru Penggerak dan manajemen perubahan melalui Inkuiri Apresiatif dengan kanvas BAGJA. Refleksi ini menggunakan model 4F ( Facts, Feelings, Findings, dan Future ) yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. FACTS (Fakta) Dalam Modul 1.3, saya mempelajari tentang Visi Guru Penggerak dan manajemen perubahan menggunakan Inkuiri Apresiatif melalui kanvas BAGJA. Kegiatan dimulai dengan eksplorasi konsep secara mandiri, diakhiri dengan penyusunan kanvas BAGJA yang merinci tahapan-tahapan untuk mewujudkan impian atau tujuan saya. Eksplorasi ini juga melibatkan diskusi asinkron dengan rekan calon guru penggerak, di mana kami berbagi visi mengenai kondisi murid yang diinginkan. Kami juga berkolaborasi melalui Google Meet untuk merumuskan visi bersama dan menyusun kalimat prakarsa perubahan, yang kemudian dijabarkan dalam kanvas BAGJA. Pada 20 Juli 2024, kami mengikuti lokakarya 1, bagian dari program pendidikan guru penggerak, di mana kami mendalami pengembangan tentang komunitas praktisi. Lokakarya ini melibatkan berbagai kegiatan, termasuk permainan dan diskusi tentang pengembangan komunitas praktisi. Dokumentasi lokakarya 1 di SMK Negeri 1 Amlapura FEELINGS (Perasaan) Selama mengikuti Modul 1.3, saya merasa mendapatkan banyak manfaat yang meningkatkan kompetensi saya sebagai guru. Saya sangat senang dan merasa beruntung dapat mengikuti kegiatan ini. Saya belajar merumuskan visi pribadi sebagai guru penggerak dan lebih memahami cara mengembangkan komunitas praktisi. Kolaborasi dengan rekan-rekan calon guru penggerak, baik secara virtual maupun dalam lokakarya tatap muka, juga sangat memuaskan. FINDINGS (Temuan) Sebelumnya, saat ingin melakukan perubahan, saya fokus pada identifikasi masalah dan pencarian akar permasalahan. Saya sering bertanya, "Apa yang kurang dari yang sudah saya kerjakan?" Setelah mempelajari Modul 1.3, saya memperoleh pemahaman baru tentang pentingnya memiliki visi pribadi sebagai guru penggerak untuk berkontribusi dalam perubahan pendidikan. Konsep Inkuiri Apresiatif, yang dikembangkan oleh David Cooperrider, menekankan pada kekuatan dan keberhasilan yang telah dicapai untuk merencanakan perubahan. Inkuiri Apresiatif menggunakan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur Eksekusi) untuk merencanakan perubahan dengan fokus pada kepentingan peserta didik. Setelah lokakarya 1, saya lebih memahami pengembangan komunitas praktisi, mulai dari merintis hingga merawat. Sebagai penggerak komunitas di SMP Negeri 2 Amlapura, saya menyadari bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki agar komunitas belajar kami lebih bermanfaat. Saya kini lebih paham langkah-langkah yang harus diambil untuk meningkatkan kompetensi sebagai penggerak komunitas belajar. Dokumentasi lokakarya 1 FUTURE (Penerapan) Untuk setiap perubahan yang saya rencanakan, saya akan memulai dengan merumuskan visi pribadi. Dengan visi yang jelas, tindakan saya akan lebih terarah. Saya akan menerapkan model Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA, menggali potensi dan kekuatan diri serta lingkungan, dan menyusun pertanyaan serta tindakan yang relevan dengan visi pribadi saya. Saya akan berkolaborasi dengan Kepala Sekolah dan rekan sejawat untuk menerapkan paradigma Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA sebagai model manajemen perubahan. Dengan cara ini, seluruh warga sekolah dapat bersama-sama menggali potensi dan kekuatan untuk mewujudkan perubahan yang positif. Terima kasih atas perhatian Bapak dan Ibu Guru. Semoga refleksi ini bermanfaat dan menjadi inspirasi dalam perjalanan kita sebagai pendidik.

  • Refleksi Model 4P - Pembelajaran dari Modul 1.1 hingga Modul 1.2

    Peristiwa: Momen paling mencerahkan bagi saya dalam proses pembelajaran Modul 1.1 hingga Modul 1.2 adalah saat mempelajari filosofi Ki Hajar Dewantara  di Modul 1.2. Konsep "Trilogi Pendidikan"   Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani di depan memberi teladan, ditengah membangun motivasi/dorongan, dibelakang memberi dukungan. Hal ini juga mengembangkan kemampuan mengasah otak, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan mengembangkan budi pekerti, membuka mata saya terhadap makna pendidikan yang sesungguhnya. Saya menyadari bahwa tugas seorang Guru Penggerak bukan hanya menyampaikan materi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur dan karakter mulia pada anak didik. Pengalaman ini menjadi titik balik dalam pemahaman saya tentang peran seorang guru. Kaitan Modul 1.1 dan 1.2: Modul 1.1 dan 1.2 memiliki keterkaitan yang sangat erat. Modul 1.1 memberikan landasan tentang visi misi Guru Penggerak dan profil kepemimpinan yang inspiratif , yang menekankan pentingnya memiliki visi yang jelas dan menjadi teladan bagi siswa. Modul 1.2 memperkuat pemahaman ini dengan mempelajari filosofi Ki Hajar Dewantara  dan penerapannya dalam praktik pembelajaran yang berpusat pada murid . Kedua modul ini saling melengkapi dalam membentuk pemahaman yang utuh tentang bagaimana menjadi guru yang mampu menggerakkan perubahan positif di lingkungan pendidikan. Perasaan: Saat mempelajari filosofi Ki Hajar Dewantara, saya merasa terharu dan bersemangat . Terharu karena filosofi ini begitu mulia dan mencerminkan esensi pendidikan yang sesungguhnya. Filosofi ini menekankan pentingnya mengembangkan seluruh aspek diri siswa, bukan hanya kemampuan akademik. Saya juga merasa bersemangat karena filosofi ini memberikan inspirasi dan dorongan untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran saya. Saya merasa seperti menemukan jalan yang benar dalam menjalankan tugas mulia sebagai seorang guru. Pembelajaran: Sebelum mengikuti pelatihan ini, saya berpikir bahwa tugas guru hanya menyampaikan materi pelajaran . Namun, setelah mempelajari modul ini, saya menyadari bahwa tugas guru jauh lebih mulia . Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing  murid untuk mencapai potensinya. Saya belajar bahwa menjadi guru bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang membentuk karakter dan nilai-nilai moral siswa. Pembelajaran ini mengubah cara pandang saya tentang peran guru dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tanggung jawab saya sebagai pendidik. Penerapan ke depan: Berikut adalah pengembangan diri yang dapat saya lakukan untuk menguatkan nilai-nilai dan peran saya sebagai Guru Penggerak: Mempelajari lebih dalam tentang filosofi Ki Hajar Dewantara  dan bagaimana menerapkannya dalam pembelajaran sehari-hari. Saya akan terus membaca literatur dan mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan filosofi ini. Membangun komunikasi yang baik dengan murid, orang tua, dan rekan sejawat.  Saya akan berusaha lebih aktif dalam berkomunikasi dan berkolaborasi dengan semua pihak yang terlibat dalam pendidikan. Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid  yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Saya akan mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif dan menarik bagi siswa. Terus belajar dan mengembangkan diri  untuk menjadi guru yang lebih berkualitas. Saya akan mengikuti berbagai pelatihan dan seminar untuk meningkatkan kompetensi saya sebagai pendidik. Komentar/Apresiasi terhadap hasil kerja CGP lain: Saya sangat terkesan dengan semangat dan antusiasme  para CGP lain dalam mengikuti pelatihan ini. Saya banyak belajar dari pengalaman dan ide-ide kreatif  mereka. Beberapa CGP berhasil menerapkan pembelajaran berbasis proyek dengan sangat baik, menginspirasi saya untuk mencoba hal yang sama. Saya yakin bahwa bersama-sama, kita dapat membawa perubahan positif bagi pendidikan Indonesia. Keberagaman pengalaman dan pendekatan yang dimiliki setiap CGP memperkaya proses belajar kita bersama. Terima kasih kepada semua rekan CGP atas semangat dan dedikasinya.

  • "3 Tahun Menginspirasi: Perjalanan sebagai Guru Penggerak"

    Tugas: Membuat gambaran diri sebagai Guru Penggerak di masa depan Pendahuluan Setelah menyelesaikan program Guru Penggerak, saya, Dini Febriana, telah berkomitmen untuk menerapkan nilai-nilai Guru Penggerak dalam setiap aspek kegiatan di sekolah. Berikut adalah kisah narasi yang menggambarkan aktivitas saya selama tiga tahun terakhir sebagai Guru Penggerak, mencakup kegiatan rutin, terprogram, dan ad-hoc yang saya jalani dengan berlandaskan pada nilai-nilai berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif. 1. Berpihak pada Murid Kegiatan Harian Setiap hari, saya memastikan bahwa pembelajaran di kelas saya bersifat inklusif dan personal. Saya menggunakan pendekatan diferensiasi untuk menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan individu siswa. Misalnya, saya memberikan proyek-proyek pilihan yang memungkinkan siswa untuk mengekspresikan diri mereka sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Program Rutin Setiap minggu, saya mengadakan sesi bimbingan dan konseling bagi siswa yang memerlukan bantuan tambahan, baik akademik maupun personal. Saya juga aktif dalam program mentoring untuk siswa yang menunjukkan potensi kepemimpinan, membantu mereka mengembangkan keterampilan dan percaya diri. Kegiatan Ad-hoc Saya menyelenggarakan workshop " Student Voice " yang melibatkan murid dalam pengambilan keputusan terkait kegiatan sekolah. Mereka diajak untuk memberikan masukan dan ide tentang bagaimana sekolah dapat lebih baik melayani kebutuhan mereka. 2. Mandiri Kegiatan Harian Saya rutin mengembangkan keterampilan diri melalui pembelajaran mandiri. Setiap pagi, saya meluangkan waktu untuk membaca artikel atau jurnal pendidikan terbaru guna memperbarui pengetahuan saya tentang metode pengajaran dan teknologi terbaru. Program Rutin Saya mengikuti dan menyelesaikan kursus online secara teratur. Setiap semester, saya mendaftar setidaknya satu kursus yang relevan dengan bidang pengajaran saya atau pengembangan profesional. Kegiatan Ad-hoc Saya terlibat dalam proyek penelitian tindakan kelas (PTK) untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran di kelas. Hasil penelitian ini kemudian saya bagikan kepada rekan-rekan guru melalui seminar internal sekolah. 3. Reflektif Kegiatan Harian Setiap akhir hari, saya meluangkan waktu untuk refleksi pribadi. Saya menulis jurnal reflektif tentang apa yang berhasil dan tidak berhasil dalam proses pembelajaran hari itu, serta rencana perbaikan untuk keesokan harinya. Program Rutin Saya memimpin kelompok belajar reflektif ( lesson study ) dengan rekan-rekan guru setiap bulan. Dalam kelompok ini, kami berbagi pengalaman, mengobservasi praktik mengajar, dan memberikan umpan balik konstruktif satu sama lain. Kegiatan Ad-hoc Setiap semester, saya menyelenggarakan sesi refleksi bersama murid. Kami mendiskusikan apa yang telah mereka pelajari, tantangan yang dihadapi, dan bagaimana mereka merasa pembelajaran dapat ditingkatkan. 4. Kolaboratif Kegiatan Harian Saya mendorong kolaborasi di dalam kelas dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek ( project-based learning ). Murid bekerja dalam tim untuk menyelesaikan proyek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Program Rutin Setiap minggu, saya berkolaborasi dengan guru-guru lain dalam perencanaan kurikulum lintas mata pelajaran. Kami menciptakan unit pembelajaran terpadu yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu untuk memberikan pengalaman belajar yang komprehensif bagi siswa. Kegiatan Ad-hoc Saya mengorganisir dan memfasilitasi komunitas praktik guru ( professional learning community ) di sekolah saya. Dalam komunitas ini, kami berbagi strategi pengajaran, mendiskusikan tantangan, dan mencari solusi bersama. 5. Inovatif Kegiatan Harian Saya menerapkan teknologi dalam pembelajaran dengan menggunakan berbagai aplikasi dan platform digital untuk membuat pembelajaran lebih interaktif dan menarik. Misalnya, saya mengembangkan aplikasi gamifikasi untuk membuat kuis dan permainan edukatif. Program Rutin Setiap bulan, saya mengadakan sesi " Innovation Day " di mana siswa dapat mempresentasikan proyek kreatif mereka yang menggunakan teknologi. Ini mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. Kegiatan Ad-hoc Saya memimpin proyek sekolah untuk mengembangkan perpustakaan digital. Kami mengumpulkan dan mengorganisir sumber daya digital yang dapat diakses oleh semua murid dan guru, memfasilitasi akses ke informasi dan pembelajaran jarak jauh. Penutup Dalam tiga tahun sebagai Guru Penggerak, saya telah berusaha untuk menerapkan nilai-nilai berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif dalam setiap aktivitas saya. Melalui berbagai kegiatan harian, program rutin, dan kegiatan a d-hoc , saya berkomitmen untuk terus menginspirasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Perjalanan ini tidak hanya memperkaya pengalaman saya sebagai pendidik tetapi juga memberikan dampak positif bagi murid dan rekan kerja di lingkungan pendidikan saya.

Thanks for subscribing!

2023. Dini Febriana

  • Instagram
  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn
  • YouTube
  • TikTok
bottom of page